Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2001: 828), alinea adalah, “bagian bab dalam suatu
karangan (biasanya mengandung satu ide pokok dan penulisannya dimulai dengan
garis baru).” Menurut Keraf (1997:2),”Alenia tidak lain dari satu kesatuan
pikiran, suatu kesatuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat. Ia
merupakan himpunan kalimat yang bertalian dalam suatu rangkain untuk membentuk
sebuah gagasan.” Tarigan (1996: 1) mengatakan, “Paragraf adalah seperangkat
kalimat tersusun logis-sistematis yang merupakan satu kesatuan ekspresi pikiran
yang relevan dan mendukung fikiran pokok
yang tersirat dalam keseluruhan karangan. “Berdasarkan ketiga definisi di atas,
dapat disimpulkan bahwa “paragraf adalah seperangkat kalimat yang tersusun
logis-sistematis yang merupakan ekspresi pikiran yang relevan dan mendukung
pikiran pokok yang tersirat dalam keseluruhan karangan dan merupakan bagian bab
dalam karangan tersebut yang ditandai oleh garis baru”.
·
Syarat-syarat
pembentukan paragraf
Paragraf yang baik dan efektif harus memenuhi syarat-syarat berikut ini:
1.
Kesatuan
Istilah kesatuan
mengandung makna yang sama dengan istilah kohesi. Paragraf yang baik adalah
paragraf yang kalimat-kalimatnya memiliki kesatuan (kohesi) dan kepaduan
(koherensi) . menurut Alwi dkk. (2000: 427), “Kohesi merupakan hubungan
perkaitan antarproposi yang dinyatakan secara eksplisit oleh unsur-unsur
gramatikal dan semantik dalam kalimat-kalimat yang membentuk wacana”. Jadi,
kalimat-kalimat dalam paragraf harus memiliki hubungan secara gramatikal yang
ditandai dengan adanya kata sambun, kata ganti, pengulangan kata, dan
elipsis. Hubungan secara semantik ditandai oleh adanya hubungan pertentangan
pada kedua kalimat, hubungan generik-spesifik atau sebaliknya, hubungan perbandingan antara
isi kedua kalimat, hubungan sebab-akibat antara isi kedua bagian
kalimat, dan hubungan rujukan yang sama.
Contoh hubungan secara gramatikal.
a.
Hubungan
yang ditandai dengan kata sambung
Adik
sakit. Ibu menangis.
Kedua
kalimat ini tidak memiliki kesatuan atau tidak kohesif. Lain halnya dengan
kalimat berikut: Adik sakit. Oleh karena itu, Ibu menangis.
b.
Hubungan
yang ditandai dengan kata ganti
Para
petani pengnjuk rasa itu mula-mula mendatangi kantor gubernur. Kemudian, mereka
mendatangi kantor DPR.
c.
Hubungan
yang ditandai dengan pengulangan kata
Lulusan
UIN diharapkan menjadi ilmuan dan dai. Kehadiran dai ilmuan di
tengah-tengah masyarakat modern sangat dibutuhkan
d.
Hubungan
yang ditandai dengan elipsis
Teman
saya yang berdiri disamping Pak Ahmad bernama Ali; dia berasal dari Bandung.
Orang yang diujung sana Iqbal dari Jakarta, sedang yang di sebelah bapak yang
berjenggot itu Ibnu dari Aceh.
Seandainya wacana
tersebut tidak menggunakan elipsis, paragraf tersebut akan berisi: Teman
saya yang berdiri disamping Pak Ahmad itu bernama Ali; dia berasal dari
Bandung. Teman saya yang diujung sana bernama Iqbal; dia berasal dari
Jakarta. Teman saya yang di isebelah bapak yang berjenggot bernama itu
Ibnu; dia berasal dari Aceh (Chaer, 1994: 170).
Contoh
kedua yang tidak menggunakan elipsis terasa terlalu banyak menggunakan kata dan
terasa tidak ada hubungan antara kalimat yang satu dan lainnya. Kalimat-kalimat
tersebut seperti berdiri sendiri-sendiri. Contoh hubungan secara semantik.
a.
Hubungan
yang ditandai dengan pertentangan.
Soal
ujian hari kemarin terasa sulit sekali. Hari ini mudahnya bukan
main.
b.
Hubungan
yang ditandai dengan hubungan generik-sfesifik.
Pak
Ahmad berumur enam puluh tahun dan
sebaiknya sudah beristirahat. Kekuatan manusia itu ada batasnya.
c.
Hubungan
yang ditandai dengan hubungan perbandingan.
Bang
Rozali akhir-akhir ini aneh benar perilakunya. Beliau seperti orang yang
hilang ingatan.
d.
Hubungan
yang ditandai dengan hubungan sebab-akibat.
Laila
rajin sekali belajarnya. Pantas kalau dia menjadi juara kelas.
e.
Hubungan
yang ditandai dengan hubungan rujukan.
Bemo di kota Bandung sudah tidak ada. Kendaraan beroda tiga itu
suaranya sangat bising.
2.
Kepaduan
Kepaduan atau
koherensi dalam sebuah paragraf tidak bisa dilihat tand-tandanya secara
eksplisit, tetapi bisa dirasakan. Menurud Alwi (2000: 428), ”Koherensi
merupakan hubungan perkaitan tersebut tidak secara eksplisit atau nyata dapat
dilihat pada kalimat-kalimat yang mengungkapkannya”. Oleh karena itu, dalam
paragraf yang baik, jalan pikiran si penulis akan terasa mudah dipahami tanpa ada
hambatan atau ganjalan yang membingungkan yang muncul dari hubungan satu
kalimat dengan kalimat lainnya.
Menurut Keraf
(1997: 75), “Kepaduan yang baikitu terjadi apa bila hubngan timbal-balik antara
kalimat-kalimat yang membina alinea itu baik, wajar dan mudah dipahami tanpa
kesulitan”. Selain itu, alinea yang baik itu dibangun oleh kalimat-kalimat yang
antara kalimat satu dan lainnya secara kompak mendukung kalimat topik atau
merujuk pada gagasan utama yang sama, itu tandanya ada kepaduan.”
Istilah kesatuan
dan kepaduan dalam paragraf merupakan dua istilah yang tidak bisa dipisahkan.
Kedua istilah tersebut merupakan syarat pembentukan paragraf yang baik.
Paragraf yang tidak koheren pengembangannya tidak berorientasi pada
rincian-rincian gagasan utama sehingga dapat membingungkan pembaca.
Kalimat-kalimat demikian berdiri sendiri-sendiri tanpa menunjukkan kepaduan
dalam kekompakan untuk mendukung gagasan utama.
Tidak semua
paragraf yang kohesif pasti koheren, tetapi semua paragraf yang koheren pasti
kohesif. Untuk menentukan kohesif tidaknya kalimat-kalimat dalam paragraf bisa
dilihat secara eksplisit dari segi gramatiknya dan aspek semantiknya.
Contoh:
Lulusan UIN diharapkan
menjadi ilmuan dan dai di seluruh indonesia (1) Indonesia adalah negara yang
berpenduduk multietnis, ada suku Sunda, Jawa, Batak, Aceh, dan lain-laian (2)
Setiap suku mempunyai adat-istiadat, bahasa daerah, dan agama masing-masing (3)
Agama yang diakui dan dilindungi oleh negara hanya lima, yakni Islam,
Protestan, Khatholik, Hindu dan Budha (4)
Kalau kita
perhatikan, antara kaliamat (1) dengan (2) ada hubungan perkaitan dengan
diulang kata Indonesia. Antara kalimat (3) dan (4), hubungan
perkaitannya, diulangnya kata agama. Hal tersebut menunjukkan bahwa
wacana itu kohesif. Namun, kita bisa merasakan wacana tersebut tidak koheren
atau tidak padu. Setiap kalimat berdiri sendiri-sendiri sehingga tidak
mendukung kalimat ke-1 sebagai kalimat topik.
Contoh paragraf yang kohesif dan koheren:
Lulusan UIN
diharapkan menjadi sarjana yang berilmu amaliah dan beramal ilmiah (1). Berilmu
amaliah mengandung makna bahwa ilmu-ilmu yang diperoleh selama duduk di bangku
kuliah bisa diamalkan (2). Beramal ilmiah adalah ilmu-ilmu yang diamalkan harus
jelas rujukan dan pertanggungjawabannya (3). Pengamalan ilmu orang yang
berpendidikan tinggi harus lebih baik daripada pengalaman ilmu orang yang tidak
berpendidikan tinggi (4). Pada umumnya orang yang tidak berpendidikan tinggi
tidak mengetahui ciri-ciri ilmiah.
Kalimat (1) adalah
kalimat topik. Anatara kalimat (1) dengan (2) ada hubungan perkaitan dengan
diulangnya kata berilmu ilmiah. Kalimat (2) dan (3), hubungan perkaitannya
ditandai dengan diulangnya kata ilmu. Kepaduan antara kalimat (3) dan
(4) ditandai dengan diulangnya kalimat ilmu. Sementara itu, antara
kaliamat (4) dan kalimat tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kalimat-kalimat dalam paragraf di atas cukup kohesif. Selain itu, semua kalimat
dalam paragraf tadi secara kompak menerangkan frase “berilmu amaliah dan
beramal ilmiah”. Hal tersebut menunjukkan bahwa paragraf diatas cukup koheren.
Daftar Pustaka
Jauhari, Heri
(2010). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: CV Pustaka Setia
Komentar
Posting Komentar